Pengajian Bulanan DWP KBUMN - IIP BUMN

Pada hari Selasa, tanggal 5 Juli 2022 dilaksanakan Pengajian Bulanan DWP-IIP BUMN dengan mengundang Ustadz Mohammad Fauzil Adhim sebagai penceramah. Tema yang disampaikan adalah “Doa Orang-orang Mulia”. Pengajian dipandu Ibu Tata Rudi Rusli, sedangkan qori Ibu Husna Abdul Hadi dan saritilawah Ibu Rizky Rosiqin. Pengajian dihadiri Ibu Rena Sunarso, yang merupakan Ketua Harian IIP BUMN dan 400 peserta.

 

Dalam tausiyahnya Ustadz menyampaikan sebagai umat-Nya mintalah kepada Allah Ta’ala untuk segala urusan, bahkan hingga sandal yang terputus. Berharaplah kepada-Nya, tetapi jangan melampaui batas dalam berdo’a. Sesungguhnya sebaik-baik do’a adalah yang Allah Ta’ala sukai, yakni do’a yang Ia abadikan dalam Al-Qur`anul Karim. Sebaik-baik do’a pula apa-apa yang kita mendapati contohnya dari Rasulullah ShallaLlahu ‘alaihi wa sallam, yang beliau sukai maupun yang diajarkan kepada kita.

Seperti apa do’a yang beliau sukai? Aisyah radhiyallahu ’anha menuturkan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَحِبُّ الْجَوَامِعَ مِنَ الدُّعَاءِ، وَيَدَعُ مَا سِوَى ذَلِكَ

“Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam menyukai al-jawaami’ ad-du’a. Dan beliau tinggalkan yang lainnya.” (H.r. Ahmad dan Abu Dawud)

Apakah yang dimaksud dengan al-jawaami’ ad-du’a? Yakni do’a ringkas, pendek, yang mengandung makna sangat luas. Pendek ucapan, luas cakupan. Tidak merinci-rinci, mendetail-detailkan permintaan dan tidak pula melakukan visualisasi segamblang mungkin. Yang demikian ini termasuk sikap melampaui batas dan dilarang dalam Islam. Mengenai apa saja yang termasuk melampaui batas dalam berdo’a menurut Islam, saya telah membahas di beberapa tulisan. Silakan periksa kembali.

Mari kita simak penuturan Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu

 

كَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اللَّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Do’a yang paling banyak dibaca oleh Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam adalah do’a: “Ya Allah, ya Rabb kami, berikanlah kami kebaikan di dunia, kebaikan di akhirat dan jagalah kami dari azab neraka.” (H.r. Al-Bukhari dan Muslim).

 

Inilah satu-satunya do’a yang dituntunkan bagi seseorang yang sedang melakukan thawaf, yakni dari rukun Yamani hingga Hajar Aswad. Kita dituntunkan untuk berdo’a dengan mengucap “رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ” hingga mencapai Hajar Aswad atau segaris dengannya. Dan mengulangi do’a tersebut saat mencapai rukun Yamani kembali hingga Hajar Aswad. Hanya do’a pendek ini yang dituntunkan. 

Para ulama menjelaskan bahwa yang tercakup dalam kebaikan di dunia adalah istri/suami yang baik, luasnya rezeki, kendaraan yang memudahkan perjalanan, serta berbagai hal yang membawa kebaikan di dunia. Semua itu dapat pula mengantarkan kepada kebaikan di akhirat. Dan inilah yang kita minta. Maka jika seseorang mengharapkan apapun dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, salah satu yang dapat diamalkan adalah do’a tersebut dengan harapan agar Allah Ta’ala hadirkan yang membawa kebaikan di dunia dan akhirat.

 

Ismail bin Amr Al-Quraisyi bin Katsir Al-Bashri Ad-Dimasyqi atau dikenal dengan sebutan Ibnu Katsir, menulis dalam tafsirnya mengenai do’a tersebut. Ia berkata, “Do’a ini telah mengumpulkan semua kebaikan di dunia dan menjauhkan dari semua keburukan di dunia, sebab kebaikan di dunia itu mencakup segala hal yang diinginkan di dunia, berupa kesehatan, rumah yang luas, istri yang baik (suami yang baik), rezeki yang luas, ilmu yang bermanfaat, amal shalih, kendaraan yang nyaman, pujian yang baik, dan lain-lainnya yang telah disebutkan dalam ungkapan para ulama tafsir. Tidak ada kontradiksi antara pendapat-pendapat mereka tersebut karena semuanya termasuk dalam cakupan makna kebaikan di dunia.”

 

Do’a orang-orang mulia menunjukkan kesamaan, yakni tidaklah meminta sesuatu, kecuali beserta kebaikan, kemuliaan serta keutamaannya di sisi Allah; tidak meminta dipanjangkan umur, misalnya, kecuali umur yang baik. Tidaklah berdo’a mengenai harta kecuali disertai pula permohonan yang berkaitan dengan kebaikan maupun dijauhkan dari keburukan yang mungkin ditimbulkan oleh panjangnya umur itu misalnya, atau limpahan rezeki dan sejenisnya.

Do’a yang baik, selain disampaikan dengan merendah, juga beriring kejujuran. Apa itu jujur dalam berdo’a? Berusaha bersungguh-sungguh dalam urusan yang ia minta, dalam hal mengusahakan atau mengingini. Ada yang tahu bagaimana cara mengusahakan, ada yang tidak tahu, tetapi ia sungguh-sungguh mengingini. Bukan hanya menjadi ucapan tak bermakna yang ia lantunkan semata karena hafal.

 

Do’a اللَّهُمَّ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً، وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ misalnya, kita tidak memiliki keluasan ilmunya secara sempurna, tetapi apa yang kita ketahui dapat mencelakakan di akhirat, maka hendaklah kita menjauhi jika memang kita serius meminta kepada Allah. Selebihnya, semoga Allah Ta’ala baguskan dan sempurnakan apa yang kita tidak mengetahuinya.

 

Do’a الَّلهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيمَا رَزَقْتَنَا، وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ yang harus kita iringi dengan kesungguhan untuk bersungguh-sungguh kepada jalan barakah, tidak menyia-nyiakan waktu pagi karena ini merupakan waktu yang penuh barakah, menjauhi jalan yang menghilangkan barakah, termasuk yang menguranginya. Apalagi jalan yang kita mengetahuinya dengan ilmu maupun hati nurani kita bahwa ini merupakan harta buruk yang membawa kepada neraka.

Hati Nurani? Dosa adalah hal-hal yang menyebabkan hati kita tidak tenang terhadapnya.

 

 

Di antara do’a-do’a yang penting untuk kita minta:

 

اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو فَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ

Allaahumma rahmataka arjuu falaa takilnii ilaa nafsii tharfata ’ainin wa ashlih lii sya`ni kullahu laa ilaaha illaa Anta.

“Ya Allah, rahmat-Mu yang kuharapkan. Maka janganlah Engkau jadikan aku bergantung kepada diriku sendiri, walaupun hanya sekejap mata. Dan perbaikilah seluruh keadaanku. Tidak ada yang berhak diibadahi melainkan Engkau.” (H.r. Abu Dawud)

 

 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ خَلِيلٍ مَاكِرٍ ، عَيْنَاهُ تَرَيَانِي وَقَلْبُهُ يَرْعَانِي ، إِنْ رَأى حَسَنَةً دَفَنَهَا ، وَإِنْ رَأى سَيِّئَةً أَذَاعَهَا

Allaahumma innii a’uudzubika min khaliilin maakir, ’ainaahu tarayaanii wa qalbuhu yar’aani, in ra`aa hasanatan dafanahaa, wa in ra`aa sayyi`atan adzaa’ahaa.

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari teman dekat yang suka menipu, matanya melihatku, tetapi hatinya mencurigai aku. Jika ia melihat kebaikanku, ia sembunyikan. Tetapi jika ia melihat kejelekanku, ia sebarkan.”

 

 

اَللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ أَنْ نُشْرِكَ بِكَ شَيْئاً نَعْلَمُهُ وَ نَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لاَ نَعْلَمُ

            Allaahumma innaa na’uudzubkia min an-nusyrika bika syai`an na’lamuhu wa nastaghfiruka limaa laa na’lam.

“Ya, Allah. Sesungguhya kami berlindung kepada-Mu agar tidak menyekutukan-Mu dengan sesuatu yang kami ketahui. Dan kami memohon ampun kepada-Mu dari sesuatu yang kami tidak mengetahuinya.” (H.r. Ahmad)

 

اَللَّهُمَّ قَنِّعْــنِيْ بِـمَا رَزَقْــــتَــنِيْ، وَبَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَاخْلُفْ عَلَى كُـلِّ غَائِـبَةٍ لِيْ بِـخَيْرٍ

            Allaahumma qanni’nii bimaa razaqtanii wa baarik lii fiihi wakhluf ’alaa kullii ghaa`ibatin lii bikhairin.

“Ya Allah, jadikanlah aku merasa qana’ah (merasa cukup, puas, rela) terhadap apa yang telah engkau rezekikan kepadaku, dan berikanlah barakah kepadaku di dalamnya, dan jadikanlah bagiku semua yang hilang dariku dengan yang lebih baik.” (H.r. Al-Hakim)

 

Mengingat sejenak sabda Nabi ShallaLlahu ‘alaihi wa sallam, “Beruntunglah orang yang memasrahkan diri; dilimpahi rezeki yang sekadar mencukupi dan diberi kepuasan oleh Allah terhadap apa yang diberikan kepadanya.” (H.r. Muslim, At-Tirmidzi, dan Ahmad)

 

 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ

Allaahumma innii a’uudzu bika minal-hammi wal-hazani wa a’uudzu bika minal-’ajzi wal-kasali, wa a’uudzu bika minal-jubni wal-bukhli wa a’uudzu bika min ghalabatid-daini wa qahrir-rijaal.

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kegundahan dan kesedihan. Aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan. Aku berlindung kepada-Mu dari sifat penakut dan bakhil. Dan aku berlindung kepada-Mu dari terlilit utang dan pemaksaan dari orang lain. (H.r. Abu Dawud).

 

 

 

 

 

 

 

Bagikan